FamilyPsikologi

Memahami Garang Agresi – Orang Dengan Sifat Agresif

Ketahuilah bahwa pada hari-hari terakhir akan datang masa yang sukar. Manusia akan….. (3) tidak tahu mengasihi, tidak mau berdamai, suka menjelekkan orang, tidak dapat mengekang diri, garang, tidak suka yang baik, – 2 Timotius 3:1-3

Seperti dilansir oleh USA Today, sepanjang tahun 2013 saja, terdapat 32 kasus pembunuhan massal di AS. Definisi pembunuhan massal menurut FBI adalah bila korban yang terbunuh berjumlah minimal 4 orang. Wakil Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Inspektur Jenderal Polisi Saud Usman pernah menyampaikan bahwa setiap 91 detik terjadi satu kejahatan di Indonesia sepanjang tahun 2012 (kompas.com).

Garang menjadi topik pembahasan pada edisi ini. Kata lainnya adalah ganas atau bengis, yaitu kata-kata yang merujuk pada perilaku yang bersifat AGRESI alias menyerang dan merugikan orang lain. Perilaku agresi dapat bersifat fisik seperti mencuri, menikam, memukul, atau menembak orang lain, dan dapat bersifat verbal, seperti memaki atau memfitnah.

Fakto-Faktor Penyebab Perilaku Agresi:

1. Faktor belajar sosial

Agresi merupakan perilaku yang didapat dari hasil belajar (melihat, mendengar, dan merasakan tindakan agresi). Dalam sebuah eksperimen, anak yang diberi tayangan film bersifat agresi cenderung lebih mudah memukul dan menendang pada saat menghadapi masalah dibandingkan anak yang tidak diberi tontonan bersifat agresi. Ibarat menabung, seseorang dapat menarik uang pada saat membutuhkan karena pernah memiliki simpanan sebelumnya. Demikian pula dengan perilaku agresi, semakin banyak “tabungan” yang dimiliki seseorang mengenal perilaku agresi, semakin tinggi kemungkinan ia melakukan tindak agresi. Di akhir zaman ini, informasi begitu mudah didapat dan tayangan yang bersifat agresi “tersedia” di mana-mana. Hal ini dapat mempengaruhi cara orang berespons saat menghadapi problem kehidupan.

2. Frustrasi

Frustrasi artinya kondisi yang muncul karena ada hambatan terhadap pencapaian tujuan atau keinginan. Seorang remaja menendang pintu karena permintaannya akan gadget idaman tidak dikabulkan orang tua. Ini adalah contoh perilaku agresi karena frustrasi. Katakanlah, si remaja kemudian mendapat gadget impiannya. Ketika hambatan sirna bukan berarti frustrasi reda karena bisa jadi ia frustrasi lagi saat melihat temannya memiliki gadget yang lebih keren. Perasaan timbul karena ada kesenjangan antara keinginan dan kenyataan dan dapat menimbulkan frustrasi bila tidak sanggup mendapatkannya.

Materi, kenyamanan hidup, fasilitas yang ada di masyarakat modern mendorong manusia untuk memiliki banyak keinginan, seperti lagu Doraemon, “Aku ingin begini, aku ingin begitu, ingin ini ingin itu, banyak sekali.” Contohnya, si remaja yang ingin gadget seperti milik temannya padahal peningkatan kesejahteraan tidak selalu cepat karena membutuhkan proses. Akibatnya, kesenjangan antara keinginan dan kenyataan semakin lebar dan semakin mudahlah orang mengalami frustrasi yang dapat memicu tindakan agresi. Contoh lain, korupsi karena ingin cepat kaya. Harap diingat, korupsi = mencuri dan termasuk tindakan agresi karena merugikan orang lain.

Garang dan agresif

Cara Mengontrol Agresi

Agresi sebenarnya merupakan sifat bawaan yang dimiliki semua orang, oleh sebab itu perlu dikendalikan. Hal ini sebaiknya dilakukan sejak anak-anak dan beberapa caranya adalah:

1. Melatih anak untuk mengalami proses dalam mencapai sesuatu. Anak yang dibesarkan dengan kemudahan mendapatkan sesuatu, tidak terlatih untuk berjuang. la terbiasa mendapatkan sesuatu secara instant, terbiasa mendapatkan keinginannya secara mudah. Akibatnya saat ia menghadapi kehidupan yang sesungguhnya di luar lingkup keluarga dan mengalami hambatan untuk mencapai keinginannya, ia menjadi mudah frustrasi.

2. Fokus pada penyelesaian masalah dengan cara yang tidak bersifat agresi. Orang tua dapat memberikan contoh penyelesaian masalah yang tidak melibatkan tindak agresi. Hindari memaki, marah-marah, atau menggebrak meja pada saat mengalami frustrasi. Berdoa, berdiskusi, dan mencari cara menyelesaikan masalah merupakan cara yang tidak bersifat agresi yang dapat dicontoh anak-anak kita.

3. Memupuk empati dan menyuburkan tindakan mengasihi. Pupuklah empati yaitu memahami dan peduli pada kondisi orang lain, paling efektif bila dimulai dari lingkungan keluarga. Saling melayani memperhatikan, membuat anak terbiasa memikirkan kepentingan orang lain dan akibatnya tidak mudah melakukan tindakan yang merugikan atau menyakiti orang lain.

Oleh : Suilyana O. Sewucipto MSi, Psi – Konsultan Psikologi Passion

Kelapa Hibrida Raya Elok Q9 Kelapa Gading – Jakarta Utara

Sumber : Ridmag Vol. 14