Padang Gurun En-Gedi
Nama En-Gedi terdiri dari dua kata lbrani, yakni En berarti musim semi dan Gedi berarti anak kambing. En-Gedi terletak di lereng gurun Yudea sebelah barat Laut Mati, berdekatan dengan goa Qumran dan benteng batu besar Masada, yang dibangun oleh Herodes Agung, dan meliputi area seluas 14.000 dunam (satu dunam modern sama dengan 1.000 m). Padang gurun En-Gedi merupakan salah tempat tujuan wisata utama
di Israel. Selain merupakan tempat yang sangat indah, gurun ini beberapa kali disebut dalam Alkitab. En-Gedi terkenal dengan goa-goa, mata air, dan keragaman flora dan fauna dalam cagar alamnya, yang dideklarasikan pada tahun 1971.
Tempat yang Menakjubkan
Di tengah lahan kering dan gersang yang mengarah ke Laut Mati, terdapat oasis yang begitu elok. Kesuburan daerah di tengah-tengah tanah yang begitu tandus ini menyajikan pemandangan yang luar biasa. Oasis yang melimpah dengan air menjadikan En-Gedi sebagai tujuan wisata yang populer. Karena kondisinya yang subur, oasis En-Gedi memiliki ratusan jenis pohon, semak, dan bunga.
Beberapa tanaman yang tercantum di Alkitab, seperti mur dan kemenyan, serta pohon-pohonan, seperti baobab, pohon palem, dan berbagai tanaman tropis tumbuh di En-Gedi. En-Gedi juga merupakan tempat perlindungan bagi hewan-hewan liar, seperti mamalia dan reptil; ada lebih dari 900 spesies dari seluruh dunia di tempat ini. Pemandangan luar biasa indah dengan situs satwa liar dan banyak spesies burung di dalamnya menjadikan En-Gedi salah satu oasis terindah di dunia. En-Gedi juga memiliki reputasi internasional karena sumber air panasnya dapat dijadikan sebagai spa kesehatan, yang dapat meringankan otot dan ketegangan emosional, meningkatkan sirkulasi darah, dan meredakan nyeri rematik. Selain itu, mandi lumpur menjadi kesenangan para wisatawan. Lumpur hitam En-Gedi diyakini memiliki manfaat untuk membersihkan dan menstimulasi kulit.
Air yang Berlimpah
Mata air di En-Gedi sudah ada sejak zaman Chalcolithic dan tidak pernah kering. Dua sungai mengalir di En-Gedi, yaitu Nahal David dan Nahal Arugot, yang mengalir dari dua mata air, yaitu air terjun Shulamit dan mata air En-Gedi. Mata air ini menghasilkan sekitar 3.000.000 m2 air per tahun, yang sebagian besar digunakan untuk pertanian
dan diolah menjadi air minum. Mata air yang melimpah sepanjang tahun memberikan iklim yang sempurna untuk pertanian di zaman kuno. Bahkan Salomo membandingkan kekasihnya sebagai “setangkai bunga pacar dari kebun-kebun anggur En-Gedi” (Kidung Agung 1:14). Ini mengindikasikan keindahan dan kesuburan tempat yang dalam nama kuno disebut Hazezon Tamar (“pemangkasan pohon”) sejak zaman dahulu. Banyak juga air tawar ditemukan.df Em-Gedi; sekitar hampir 400 m di atas dasar tebing, ada sumber air panas yang mengalir.
Sejarah En-Gedi
Kota En-Gedi kuno adalah sumber balsam yang penting bagi dunia Yunani-Romawi sampai kehancurannya oleh kaisar Bizantium Justinianus. En-Gedi kembali mengalami puncak perkembangan pada zaman Persia. Sebagai tempat penghasil parfum pada zaman itu, En-Gedi selalu menjadi incaran bangsa-bangsa lain, termasuk Romawi. Marc Anthony, kekasih ratu Mesir Cleopatra, menyita kebun tumbuh-tumbuhan dan rempah-rempah sebagai bahan baku parfum untuknya. Namun, setelah kematian raja Herodes, kebun tersebut disewakan kembali.
Selama Perang Yahudi Pertama, penduduk Yahudi di En-Gedi mencoba mencabut tanaman tanaman di kebun tersebut agar tidak jatuh ke tangan Romawi, tetapi bangsa Romawi berjuañg untuk mencegahnya. Beberapa tahun sebelum kehancuran Yerusalem pada tahun 70, menurut sejarawan Josephus Flavius Yahudi, kelompok fanatik Zelot dari Masada menyerbu pemukiman pertanian En-Gedi. Mereka mencuri semua tanaman setelah membunuh 700 perempuan dan anak, lalu membawa seluruh harta rampasan itu ke kubu mereka di Masada. Selama Perang Yahudi Kedua (130-135 M), pemimpin terkenal dari para pemberontak Yahudi, Bar Kokhba, menjadikan En-Gedi sebagai pusat utama pemerintahannya. Pada abad ketiga, pemukim Yahudi kembali ke En-Gedi dan membangun sebuah desa kecil. Di tengah-tengah desa itu, dibangun salah satu rumah ibadat paling awal di lsrael.
Permukiman Yahudi ini pun hancur kembali pada abad keenam dan kali ini dengan api. Pada tahun 50-an, gerakan Kibbutz membentuk Kibbutz di En-Gedi.
En-Gedi Warisan Suku Yehuda
En-Gedi merupakan wilayah yang diberikan kepada suku Yehuda (Yosua 15:62). En-Gedi pada awalnya disebut Hazezon-Tamar (Kejadian 14:7), sebuah kota orang Amori yang terpukul kalah oleh Kedorlaomer. Tempat ini juga disebut lagi dalam Alkitab ketika bani Moab dan bani Amon datang berperang melawan Yosafat bersama-sama sepasukan orang Meunim (2 Tawarikh 20).
Kisah yang menarik adalah ketika Daud berada di Gua En-Gedi, bersembunyi dari kejaran Saul (1 Samuel 24:1-3). Kesempatan yang baik bagi Daud dan para pengikutnya untuk membunuh Saul pada waktu itu, tetapi tidak dilakukan oleh Daud karena dia tetap menghormati Saul sebagai orang yang diurapi Tuhar. Penundukan diri yang patut diteladani dari Daud di padang gurun En-Gedi inilah yang menjadi salah satu alasan Daud disebut sebagai orang yang berkenan di hadapan Tuhan dan memiliki prinsip di dalam hidupnya.
En-Gedi merupakan tempat yang tidak asing bagi Daud. Dalam Mazmur 23:4, terdapat kata “lembah kekelaman”. Ini bukan kiasan. Menurut tafsiran beberapa teolog, lembah kekelaman adalah suatu tempat dalam Alkitab, suatu lembah yang berkelok-kelok tanpa dapat melihat apa yang terjadi atau siapa yang akan menghadang di tikungan berikutnya. Lembah kekelaman merupakan terjemahan bebas dari tempat yang bernama En-Gedi. Beberapa kali Daud harus melewati wilayah En-Gedi ini, yaitu pada saat dia dikejar-kejar oleh Saul dan pada saat menghindar dari kejaran Absalom, anaknya sendiri.
Dari semua pengalaman Daud di lembah kekelaman “En-Gedi”, satu hal yang patut diteladani dari Daud, ia adalah seorang yang tidak mudah tergoncangkan oleh masalah dalam hidupnya, tetapi menaruh percayanya hanya kepada Allah yang hidup. En-Gedi menjadi saksi bisu dari ketegaran Daud, “unshakable man”.
Sumber : Moses Christianto – BeCool vol. 33
- Tembok Ratapan – Situs Doa dan Kesatuan Nasional Bagi Kembalinya Bait Allah Ketiga
- Gunung Karmel – Kebun Anggurnya Allah
- Gunung Tabor – Gunung Transfigurasi
- Kapernaum – Kota Tuhan Menghibur
- Nazareth – Mengunjungi Kampung Halaman Kristus Yesus
- Patmos – Mengenal Pulau Tempat Rasul Yohanes Menerima Wahyu Akhir Zaman
- Filipi – Kota Pertama Yang Mendengar Injil
- Korintus – Kota Hitam Penguasa Dua Pelabuhan
- Tarsus – Kota Yang Merdeka
- Gerasa – Kota di Dekapolis Dengan Peradaban Tinggi
- Ziklag – Kota Filistin Yang Terabaikan
- Atena – Kota Para Pemuja Dewa
- Yerikho – Kota Tertua dan Terendah di Dunia
- Efesus – The Light of Asia Yang Menjadi Pusat Misi
- Gunung Nebo – Tempat Kematian dan Kesembuhan
- Yope – Kota Penginjilan Kontekstual
- Adulam – From Zero To Hero
- Laodikia – Kota yang Kaya Raya Tetapi Miskin
- Niniwe – Kota Kelam yang Selamat dari Petaka Melalui Pertobatan
- Qumran – Lokasi Penemuan Naskah Laut Mati
- Megido – Situs Perang Jaman Kuno dan Harmagedon Kelak
- Lembah Eskol – Lembah Keputusan dan Simbol Kelimpahan
- Gunung dan Padang Gurun Sinai – Tempat Ujian Bagi Bangsa Israel
- Taman Getsemani – Pergumulan Yesus Ketika Memilih Kehendak Allah
- Bukit Zion – Kota Allah yang Hidup
- Sungai Yordan – Saksi Bisu Peristiwa Besar dan Mujizat
- Danau Galilea – Padat Sejarah, Pengajaran, Mujizat dan Inspirasi
- Betlehem – Kota Perkenanan Tuhan
Baca Berita Utama Terkait :