Kematian Kebangkitan Yesus KristusSpecial Content

Apakah Perwira Romawi itu Menyadari Siapa Yesus Itu?

Perwira di hadapan Salib adalah orang yang berkuasa, dan dia memiliki tentara di bawahnya. Dia adalah seorang penegak hukum, seorang yang tertib, disiplin, pelaksana tugas, dan dari sudut pandang kehidupan itu dia telah menyaksikan orang yang sekarat itu sampai akhirnya dia berkata, “Sungguh ini adalah Anak Allah.” Untuk menghargai pernyataan ini dengan tepat, kita harus memahami pemikiran Romawi daripada bahasa Ibrani dalam frasa “Anak Allah.” Saya percaya perwira itu bermaksud bahwa Yesus adalah salah satu putra para dewa. Gagasan Romawi tentang Tuhan adalah kepahlawanan, kejantanan yang berani, diagungkan dengan segala kekuatannya, dan memandang orang ini dalam penderitaan-Nya, kepahlawanan, keberanian dan disiplin yang diwujudkan dalam ketundukan, menarik baginya sebagai sebagaimana layaknya Tuhan.

Namun dia mengatakan hal lainnya, “Tentu saja Ia ini adalah orang yang benar.” Ini adalah keyakinan seseorang yang dirinya sendiri adalah seorang pria yang bertugas. Bagi prajurit Romawi ini, satu-satunya prinsip yang mengatur kehidupan adalah kewajiban. Dia hidup di tengah-tengah sebuah sistem. Dia berbaris dalam ritme dan waktu. Dia patuh dan bersikeras pada kepatuhan dengan keteraturan yang tidak fleksibel. Kebenaran adalah satu-satunya kata yang berharga baginya, setidaknya dalam bidang keprajuritannya. Dia melihat di dalam Manusia di Kayu Salib Seseorang yang jelas bertindak dalam tatanan, tunduk pada otoritas, dan karena itu berwibawa, menjaga waktu dengan prinsip-prinsip abadi dalam keagungan ketundukan-Nya yang tenang, “Manusia yang benar.” Perwira itu sebagai orang yang bertugas menemukan ketertiban di Salib, dan sebagai orang yang menyembah cita-cita yang tinggi, ia melihat Anak Allah disalibkan.

Apa yang dilakukan Salib bagi perwira itu? Kita tidak memiliki catatan tentang hidupnya setelah itu, tetapi setidaknya ini pasti, bahwa hal itu menuntut rasa hormat dan pengakuan dari apa yang tertinggi dalam pemerintahan manusia. Dan jika kita dapat mengikuti cerita selanjutnya di sepanjang garis imajinasi, kemungkinan besar Raja yang di atas dahi perwira itu menempatkan mahkota kesetiaannya, memahkotainya dengan realisasi cita-cita hidupnya yang tertinggi.

Diadaptasi dari The Crises of the Christ, Buku V, Bab XXI, oleh G. Campbell Morgan.

Sumber : G. Campbell Morgan – https://www.christianity.com

Baca Artikel Inspirasi Jumat Agung – Renungan Kematian Yesus Kristus

Baca Artikel Minggu Suci Menjelang Paskah