7 Hal Yang Salah Dari Orang Kristen Tentang Persepuluhan
Bicara Uang.
Kebanyakan pendeta tidak suka membicarakannya, dan sebagian besar anggota gereja juga tidak menyukai ajaran yang ada di dalamnya. Namun, Alkitab berbicara banyak tentang uang, baik itu pengelolaan keuangan, kemurahan hati, atau jebakan kekayaan.
Ketika para pemimpin di gereja memberikan ceramah tentang uang, biasanya hal itu berpusat pada gagasan persepuluhan. Gereja-gereja Injili dan lainnya percaya dan mengharapkan anggotanya memberikan 10% dari pendapatan mereka kepada gereja. Para pendeta percaya bahwa jemaatlah yang bertanggung jawab atas hal ini.

Tapi apa yang Alkitab katakan tentang persepuluhan? Bagaimana gagasan tentang perpuluhan bisa disalahkomunikasikan atau menyesatkan? Berikut adalah tujuh kesalahan yang dilakukan orang Kristen mengenai persepuluhan.
1. Standar Perjanjian Baru
Persepuluhan merupakan praktik Hukum Musa di Perjanjian Lama, namun penting untuk diketahui bahwa Perjanjian Baru tidak secara eksplisit memerintahkan orang Kristen untuk memberikan persepuluhan dengan cara yang sama seperti yang ditentukan dalam Perjanjian Lama.
Perjanjian Baru hanya menyebutkan persepuluhan tiga atau empat kali, dan tidak pernah sebagai instruksi bagi orang Kristen. Para penulis Perjanjian Baru tidak menyatakan kewajiban terhadap persepuluhan. Agar orang Kristen dapat mengajarkan persepuluhan, kita harus kembali ke tradisi Perjanjian Lama, yang menyebabkan beberapa konflik.
Kita tidak melakukan tradisi-tradisi lain (seperti menyembelih hewan, membakar dupa, dll.), dan beberapa tradisi utama Perjanjian Lama disusun ulang dalam Perjanjian Baru, khususnya hari Sabat dan sunat. Tapi tentang kita harus membawa persepuluhan?
Jelasnya, Perjanjian Baru memang mempunyai standar dalam memberi. Paulus menyatakan bahwa kita harus dipimpin oleh Roh dengan kemauan dan hati yang gembira, memahami apa yang kita investasikan didalamnya (2 Korintus 9).
Yesus mengajarkan bahwa memberikan seluruh harta benda kita, atau sebagian besar harta benda kita, demi kebaikan orang lain, adalah cara kita menaruh harta kita di surga (Lukas 12). Paulus juga menetapkan kita harus mendukung para pelayan, (1 Korintus 9).
Namun, persepuluhan dalam Perjanjian Lama tidak disebutkan atau didukung dalam Perjanjian Baru. Ini bisa menjadi keyakinan pribadi, namun bukan kewajiban universal yang dibebankan pada seluruh gereja.
2. Persepuluhan dalam Perjanjian Lama
Dalam Perjanjian Lama, persepuluhan merupakan praktik penting yang melibatkan pemberian sebagian pendapatan atau sumber daya seseorang untuk mendukung berbagai aspek kehidupan keagamaan dan komunitas. Namun dalam Hukum Musa, tidak hanya ada satu jenis persepuluhan (10% dari pendapatan) melainkan beberapa jenis, yang masing-masing memiliki tujuan tertentu.
Persepuluhan bagi orang Lewi, atau Ma’aser Rishon, mengharuskan orang Israel untuk memberikan 10% dari hasil bumi dan ternak mereka kepada orang Lewi, para imam. Sebagai imbalannya, orang Lewi bertanggung jawab atas tugas keagamaan dan pemeliharaan bait suci.

Persepuluhan bagi Perayaan, Ma’aser Sheni, melibatkan penyisihan 10% hasil pertanian lainnya untuk keperluan perayaan keagamaan dalam Perjanjian Lama.
Persepuluhan bagi Masyarakat Miskin, Ma’aser ‘Ani, merupakan tambahan 10% dari hasil panen setiap tahun ketiga. Ini diperuntukkan bagi orang-orang Israel yang miskin dan kurang beruntung, termasuk para janda, anak yatim piatu, dan orang asing.
Persepuluhan Hasil Tanah, Ma’aser Dagan, terpisah dari persepuluhan kaum Lewi dan memerlukan 10% hasil panen dan biji-bijian untuk ditempatkan di gudang lokal, terpisah dari persepuluhan kaum Lewi, dan ini digunakan untuk memberi makan para petani. masyarakat pada saat dibutuhkan.
Persepuluhan ini mewakili sebagian besar pendapatan pertanian orang Israel, jika digabungkan berjumlah sekitar 23,3% per tahun, dan tidak hanya mendukung para pendeta tetapi juga memberikan sumber daya untuk perayaan yang lebih besar dan orang miskin dan kurang beruntung.
Sekali lagi, persyaratan hukum mengenai persepuluhan tidak ada dalam Perjanjian Baru, namun gagasan tersebut masih ada dengan dukungan dari para pemimpin rohani, komuni, dan kepedulian terhadap orang miskin.
3. Legalisme
Meskipun gagasan Kristiani tentang persepuluhan berakar pada praktik memberi untuk mendukung gereja dan kegiatan amal, terkadang hal ini dapat mengarah pada legalisme jika disalahartikan atau ditegakkan dengan cara yang kaku dan legalistik.
Legalisme, dalam konteks ini, mengacu pada kepatuhan ketat terhadap peraturan dan perundang-undangan, seringkali lebih berfokus pada isi hukum daripada semangat praktiknya.
Beberapa penafsiran mengenai persepuluhan menyisakan sedikit ruang untuk kebijaksanaan pribadi, pertimbangan keadaan individu, atau pimpinan Roh Kudus.
Pendekatan yang kaku ini dapat mengarah pada legalisme, di mana individu merasa terdorong untuk memenuhi persentase tertentu tanpa memandang situasi keuangan mereka.
Ketika persepuluhan disajikan sebagai suatu kewajiban dan bukan sebagai tindakan ibadah yang penuh sukacita, hal itu dapat menumbuhkan rasa bersalah dan kutukan dalam diri seseorang. Pendekatan legalistik membuat individu merasa gagal dalam imannya atau merasa tidak layak.
Dalam komunitas yang menekankan pemberian persepuluhan dengan ketat, mungkin terdapat sikap menghakimi terhadap mereka yang tidak mematuhi standar yang sama. Penghakiman ini dapat menciptakan perpecahan di dalam gereja dan menimbulkan rasa superioritas di antara mereka yang menjalankan persepuluhan dengan ketat.
Legalisme sering kali menekankan kepatuhan eksternal terhadap aturan dan peraturan daripada transformasi hati yang internal. Persepuluhan bisa menjadi sekadar tindakan ritual dan bukan ekspresi sejati kasih, kemurahan hati, dan ketaatan kepada Tuhan.
Perjanjian Baru mendorong pemberian dengan penuh sukacita dan kemurahan dari hati, menyadari bahwa motivasi untuk memberi sama pentingnya dengan jumlah yang diberikan.
4. Mengabaikan Bentuk Pemberian Lainnya
Memberikan persepuluhan terkadang dapat menyebabkan pengabaian yang tidak disengaja terhadap bentuk pemberian lain yang sama pentingnya.
Persepuluhan sering kali menekankan pemberian 10% dari pendapatan seseorang, yang dapat membuat individu memandang hal ini sebagai satu-satunya ukuran pengelolaan keuangan mereka. Persentase yang tetap ini mungkin menutupi peluang lain untuk memberi secara spontan dan penuh kasih, sehingga membatasi ruang lingkup kemurahan hati mereka.
Persepuluhan biasanya dikaitkan dengan dukungan keuangan untuk gereja dan pelayanannya. Meskipun dukungan gereja sangat penting, hal ini mungkin secara tidak sengaja menyebabkan individu mengabaikan sumbangan untuk tujuan amal lainnya, seperti membantu orang miskin, mendukung misi, atau berkontribusi pada upaya kemanusiaan di luar gereja.

Tindakan kebaikan, belas kasihan, dan kemurahan hati dalam kehidupan sehari-hari terkadang dapat dibayangi oleh praktik persepuluhan yang terstruktur. Orang mungkin mengabaikan kesempatan untuk menunjukkan kasih dan belas kasihan kepada orang lain, berpikir bahwa memenuhi kewajiban persepuluhan saja sudah cukup.
Fokus pada persepuluhan saja dapat mengakibatkan kurangnya pemahaman mengenai di mana sumber daya keuangan seseorang dapat memberikan dampak yang paling signifikan. Individu mungkin tidak meluangkan waktu untuk mengevaluasi dan mendukung tujuan dan organisasi yang selaras dengan nilai dan minat pribadinya.
Untuk mengatasi potensi pengabaian terhadap bentuk pemberian lainnya, penting bagi umat Kristiani untuk menerapkan pendekatan holistik terhadap penatalayanan dan kemurahan hati, dengan penuh doa mempertimbangkan semua cara agar kita bisa menjadi pemberi yang ceria, penuh sukacita dan murah hati dalam setiap aspek kehidupan kita.
5. Mengabaikan Tanggung Jawab Keuangan – Fiskal
Beberapa orang mungkin memprioritaskan persepuluhan sambil mengabaikan ajaran penting mengenai tanggung jawab keuangan pribadi.
Orang-orang Kristen mungkin menjalankan praktik memberikan persepuluhan dengan rajin tetapi gagal mengelola keuangan mereka dengan bijak. Hal ini dapat mencakup pembelanjaan yang berlebihan, hidup di luar kemampuan mereka, menumpuk utang, atau kurangnya strategi penganggaran. Mengabaikan aspek keuangan pribadi ini dapat menyebabkan ketidakstabilan dan kesulitan keuangan.
Orang-orang percaya mungkin fokus pada persepuluhan tanpa memberikan perhatian yang cukup pada tabungan untuk keadaan darurat, pensiun, atau tujuan keuangan di masa depan. Mengabaikan tabungan dan investasi dapat membuat individu rentan terhadap krisis keuangan yang tidak terduga.
Hal ini termasuk tidak menangani pengelolaan utang secara memadai. Mengabaikan pembayaran utang atau mengambil utang berlebihan dapat menghambat stabilitas keuangan dan membatasi kemampuan kita untuk memberi dengan murah hati.
Pendidikan keuangan yang tepat memerlukan pendidikan dan bimbingan keuangan. Jika kita mengabaikan mencari bantuan dan prinsip-prinsip yang kuat mengenai keuangan kita, kita dapat mengalami krisis karena masalah keuangan.
Tuhan peduli terhadap kita secara holistik, dan banyak ajaran Alkitab tentang uang berhubungan dengan keuangan pribadi, Dia ingin kita hidup dengan integritas dan kebijaksanaan dalam setiap aspek kehidupan kita. Memberi persepuluhan tidak menjadi alasan bagi kita untuk mempelajari pelajaran-pelajaran ini.
6. Mengabaikan Pertumbuhan Rohani
Persepuluhan adalah tindakan memberikan sebagian dari pendapatan kita kepada gereja dan merupakan praktik mendasar bagi banyak orang Kristen.
Meskipun memberi kepada gereja dan orang lain merupakan aspek penting dalam penatalayanan Kristen, penting untuk menyadari bahwa pertumbuhan rohani mencakup lebih dari sekadar memberi secara finansial. Kemurahan hati harta rohani kita hanyalah satu bagian dari keseluruhan.
Pertama dan terpenting, doa adalah landasan pertumbuhan rohani. Umat Kristen dipanggil untuk berkomunikasi dengan Tuhan secara teratur, mencari bimbingan, kenyamanan, dan kebijaksanaan-Nya.
Kurangnya doa yang sungguh-sungguh dapat menghambat pendalaman hubungan seseorang dengan Tuhan dan membantu orang percaya menghadapi tantangan hidup.
Demikian pula, mempelajari Kitab Suci sangat penting untuk kedewasaan rohani. Mengabaikan pembelajaran Alkitab secara teratur berarti kehilangan pelajaran yang mendalam, hikmat, dan bimbingan yang diberikan oleh Firman Tuhan, yang memberi kita landasan yang kokoh dan bukannya iman yang dangkal.
Selain itu, tindakan pelayanan dan penjangkauan kepada orang lain sangat penting untuk pertumbuhan spiritual yang holistik. Kekristenan menyerukan umat beriman untuk mengasihi sesamanya dan secara aktif terlibat dalam tindakan kasih sayang dan kebaikan. Mengabaikan aspek iman ini dapat menuntun pada spiritualitas yang egois.
Selain itu, komunitas dan persekutuan dalam gereja sangat penting untuk perkembangan rohani. Partisipasi aktif dalam kehidupan jemaat memupuk hubungan, akuntabilitas, dan pertumbuhan bersama. Mengisolasi diri dari komunitas gereja dapat membatasi peluang untuk bimbingan dan akuntabilitas rohani.
Persepuluhan dan memberi secara finansial tidak boleh menutupi komponen-komponen penting lainnya dalam pertumbuhan rohani, semuanya dimaksudkan untuk bekerja sama sebagai disiplin untuk membuat kita semakin serupa dengan Kristus.
7. Injil Kemakmuran
Injil Kemakmuran adalah sistem kepercayaan dalam agama Kristen. Walaupun Injil ini memiliki spektrum penafsiran dan penganut yang luas, pesan inti dari Injil Kemakmuran adalah bahwa Allah mengganjar iman dan persepuluhan (pemberian keuangan kepada pelayanan) dengan kekayaan materi, kesehatan, dan kesuksesan. Ajaran ini mempunyai bahaya tersendiri.
Salah satu bahaya paling signifikan dari Injil Kemakmuran adalah bahwa Injil ini mereduksi Kekristenan hanya sekedar formula untuk keuntungan pribadi, menekankan kemakmuran materi dibandingkan pertumbuhan rohani, kebenaran, dan sikap tidak mementingkan diri sendiri. Distorsi ini dapat membawa individu menjauh dari prinsip-prinsip inti iman, kerendahan hati, dan pengorbanan diri.

Terlebih lagi, Injil Kemakmuran dapat memangsa individu-individu yang rentan, khususnya mereka yang menghadapi kesulitan keuangan atau masalah kesehatan.
Menjanjikan solusi dan berkah ajaib sebagai imbalan atas sumbangan uang atau keyakinan yang tak tergoyahkan dapat mengeksploitasi keputusasaan orang-orang dan membuat mereka mengambil keputusan keuangan yang tidak bijaksana.
Bahaya lainnya adalah fokus pada “pengakuan positif”, yang menunjukkan bahwa perkataan seseorang memiliki kekuatan untuk menciptakan kenyataan.
Hal ini dapat menyebabkan sikap menyalahkan korban, karena penganutnya mungkin percaya bahwa kemalangan pribadi adalah akibat dari pemikiran negatif atau kurangnya keyakinan, sehingga menyebabkan beberapa orang merasa bersalah di antara mereka yang tampaknya gagal.
Selain itu, Injil Kemakmuran dapat menumbuhkan budaya materialisme, keserakahan, dan kedangkalan spiritual. Hal ini mendorong orang untuk mengejar kekayaan sementara sebagai tanda kemurahan Tuhan daripada menghargai kualitas abadi seperti kasih sayang, kerendahan hati, dan kemurahan hati, dan mengharapkan imbalan abadi.
Kita harus mengingat 2 Korintus 9, bahwa Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita, orang yang dipimpin oleh Roh dan memahami investasi Kerajaan ketika kita bermurah hati dalam setiap bidang kehidupan kita. Kita akan menuai apa yang kita tabur, baik secara rohani maupun berkah lainnya, baik di kehidupan ini maupun kehidupan yang akan datang.
Jangan biarkan gagasan-gagasan legalistik atau serakah mengalihkan perhatian kita dari kemampuan luar biasa yang telah Tuhan anugerahkan kepada kita untuk berinvestasi pada hal-hal yang kekal dengan memakai hal-hal duniawi yang kita miliki.
Sumber : Britt Mooney – www.christianity.com/
Artikel Lengkap Tentang Persembahan dan Pemberian :