Edukasi & KesehatanKesehatan

Mengenal dan Memahami Alergi

Alergi merupakan respons dari system kekebalan tubuh terhadap suatu zat tertentu. Pada penderita alergi, respons tersebut terjadi secara berlebihan atau abnormal sehingga sistem kekebalan tubuh akan bereaksi berlebihan terhadap zat yang pada orang normal tidak akan bereaksi apa-apa/tidak berbahaya. Gejala alergi muncul pada semua organ atau tubuh manusia, mulai dari mata merah, gatal, dan berair; pada kulit bisa terjadi biduran, merah, dan gatal. Pada organ pernafasan, bisa terjadi sesak nafas (asma); bisa terjadi gejala nyeri sendi, bisa terjadi syok (hilang kesadaran), bahkan sampai mengakibatkan kematian.

Penyebab Alergi

Saat ini dikenal ada 4 macam mekanisme terjadinya alergi, tetapi untuk mudahnya dapat dibedakan menjadi alergi tipe cepat dan lambat.

1. Alergi tipe cepat, maksudnya adalah reaksi terjadi pada tubuh sesaat setelah terkena (terpajan) dengan zat penyebab alergi (alergen).

2. Alergi tipe lambat terjadi reaksi setelah beberapa saat (bisa beberapa hari kemudian) setelah terpajan dengan alergen. Pada seseorang yang mempunyai orangtua penderita alergi mempunyai kemungkinan menderita alergi 50% lebih banyak bila salah satu orangtua menderita alergi, dan 75% lebih banyak kemungkinannya bila kedua orangtua menderita alergi.

Banyak hal bisa memicu alergi

Penyebab alergi bisa apa saja. Juga perlu diketahui bagaimana zat penyebab alergi itu bisa masuk ke tubuh kita. Ada beberapa medianya, yakni:

1. Melalui udara yang kita hirup dan masuk ke saluran nafas kita.

2. Melalui makanan yang kita makan dan masuk ke saluran pencernaan kita.

3. Melalui kontak langsung akibat sentuhan dengan zat tersebut.

4. Melalui suntikan atau sengatan binatang.

5. Melalui implan atau zat yang ditaruh misalnya bahan yang digunakan dokter gigi untuk menambal lubang di gigi.

6. Auto alergen, yang berasal dari tubuh sendiri. Biasanya terjadi karena zat tersebut keluar dari sel-sel tubuh yang rusak akibat usia ataupun infeksi.

Bila kita atau keluarga menderita alergi, yang perlu kita cari adalah apakah zat penyebab alergi tersebut dan bagaimana cara zat tersebut bisa mengenai kita atau keluarga kita itu sehingga kita bisa menghindarinya dan terbebas dari alergi.

Contoh reaksi alergi pada tubuh

Timbulnya gejala alergi juga dipengaruhi oleh faktor yang mempermudah atau mendukung terjadinya alergi (faktor predisposisi alergi). Ini perlu dibedakan dari penyebab alergi itu sendiri. Faktor predisposisi bukanlah penyebab alergi, tapi yang menyulut atau mencetuskan timbulnya alergi. Faktor predisposisi tersebut dapat berupa faktor fisik seperti dingin, panas atau hujan, kelelahan, aktifitas yang berlebihan seperti tertawa, menangis, atau berolahraga. Juga bisa oleh karena faktor psikis seperti rasa cemas, sedih, stres, atau ketakutan. Pada orang dewasa, faktor hormonal juga merupakan faktor predisposisi, misalnya saat kehamilan atau menstruasi. Banyak ibu hamil mengeluh batuk lama, gatal-gatal, dan asma yang terjadi terus-menerus selama masa kehamilan. Faktor infeksi termasuk dianggap sebagai faktor predisposisi alergi yang paling sering. Infeksi ini dapat berupa flu, demam, batuk, pilek atau infeksi apapun pada tubuh.

Keadaan ini dapat membuat asma sering kambuh saat flu, sinusitis kambuh lagi saat flu, atau sesak timbul lagi saat batuk yang keras dan demam. Jadi, bila kita mengkonsumsi makanan penyebab alergi disertai dengan adanya faktor predisposisi, maka keluhan atau gejala alergi yang timbul jadi lebih berat. Tetapi bila tidak mengkonsumsi makanan penyebab alergi meskipun terdapat faktor predisposisi tadi, keluhan alergi tidak akan muncul. Faktor predisposisi alergi tidak akan berarti bila penyebab alergi makanan dikendalikan. Hal ini yang dapat menjelaskan mengapa ketika dingin, kehujanan, kelelahan, atau aktifitas berlebihan seorang penderita asma tidak kambuh. Karena saat itu penderita tersebut sementara terhindar dari penyebab alergi seperti makanan, debu, dsb. Namun bila mengkonsumsi makanan penyebab alergi bila terkena dingin atau terkena faktor predisposisi lainnya, keluhan alergi yang timbul bisa lebih berat.

Selain itu alergi juga ditentukan oleh seberapa kuat zat penyebab alergi tersebut, seberapa sering kita terkena zat tersebut, seberapa kuat daya tahan tubuh seseorang, serta adanya reaksi silang antar bahan yang akan berpengaruh terhadap terjadinya reaksi alergi.

Untuk mengetahui zat penyebab alergi pada seseorang saat ini ada beberapa tes yang dapat dilakukan, di antaranya

1. Tes pada kulit (prick test, intradermal test, scratch test), yaitu dengan sedikit memberi luka pada kulit (berupa tusukan, goresan, maupun suntikan) dan kemudian diberikan zat yang dicurigai, bila terjadi reaksi pada kulit tersebut maka zat tersebut positif merupakan alergen bagi penderita.

2. Tes pada pernafasan (tes eksposisi inhalatif), hal ini jarang dilakukan karena cukup berbahaya.

3. Tes provokasi makanan.

Test alergi

Alat Diagnosis yang Membahayakan

Akhir-akhir ini sering adanya alat diagnosis yang masih sangat kontroversial atau belum terbukti. Terdapat berbagai pemeriksaan dan tes untuk mengetahui penyebab alergi dengan akurasi yang sangat bervariasi yang secara ilmiah masih tidak terbukti baik sebagai alat diagnosis karena tidak spesifik dan tidak sensitif. Organisasi profesi alergi dunia juga tidak merekomendasikan penggunaan alat tersebut karena sering menyesatkan penderita alergi sehingga justru sering memperberat alergi si penderita. Namun, pemeriksaan ini masih banyak dipakai oleh praktisi kesehatan atau dokter. Beberapa pemeriksaan diagnosis yang kontroversial tersebut adalah:

  • Applied Kinesiology, VEGA testing (Electrodermal Test/Bioresonansi).
  • Hair Analysis Testing in Allergy.
  • Auriculo-cardiac reflex.
  • Provocation-Neutralisation Tests.
  • Nampudripad’s Allergy Elimination Technique (NAET)

Cara Penanggulangan Terbaik

Penanganan terbaik pada penderita alergi adalah dengan menghindari penyebabnya. Berusaha mengenali baik penyebab maupun faktor predisposisi. Pelajari kapan saat terjadinya alergi, sehingga dapat diketahui bagaimana cara menghindarinya. Tentunya, konsultasi dengan ahli medis sangat dibutuhkan.

Apabila terjadi reaksi yang dicurigai sebagai reaksi alergi, segera menghubungi petugas medis untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.

Sumber : dr. Jonathan Manuel, MKK MGST – Ridmag vol. 04