FamilyPsikologi

Empati

Tema edisi ini adalah tentang kecerdasan emosional. Ada lima area kecerdasan emosional yang dirumuskan oleh Peter Salovey, ahli Psikologi dari Yale University, yaitu:

  1. Mengenali emosi diri.
  2. Mengelola emosi.
  3. Memotivasi diri.
  4. Mengenali emosi orang lain.
  5. Membina hubungan.

Khusus untuk artikel ini, topik yang dikupas adalah tentang mengenali emosi orang lain,yang disebut sebagai EMPATI.

ARTI EMPATI
Empatheia (Yunani) maknanya adalah ikut merasakan. Kemampuan berempati berperan besar terhadap berbagai aspek kehidupan mulai dari mengasuh anak, asmara, penjualan, dan manajemen. Orang yang empatik lebih mampu menangkap sinyal yang tersembunyi yang merupakan isyarat hal-hal yang dibutuhkan atau dikehendaki orang lain.

Empathy is…
seeing with the eyes of another.
listening with the ears of another.
and feeling with the heart of another.

Lebih lanjut, mereka adalah orang-orang yang sanggup membentuk hubungan yang baik, mampu membuat orang lain merasa nyaman saat berada di dekat mereka, mampu menggerakkan orang lain, mampu mempengaruhi dan meyakinkan orang lain.

Ketiadaan empati dapat kita lihat pada psikopat (istilah terkini adalah sosiopat), yaitu gangguan jiwa saat seseorang tidak memiliki kemampuan merasakan perasaan orang lain sehingga mampu melakukan tindakan kriminal kejam tanpa merasa bersalah, seperti pembunuh, pelaku mutilasi, atau pemerkosa.

KUNCI UTAMA EMPATI
Emosi atau perasaan lebih sering diungkapkan melalui isyarat/ bahasa non-verbal, yaitu bahasa tubuh dan mimik wajah. Oleh sebab itu, kunci untuk memahami perasaan orang lain adalah mampu membaca isyarat yang berwujud nada bicara, gerak-gerik, dan ekspresi wajah orang lain. Bila kata-kata seseorang tidak cocok dengan nada bicara dan mimik wajah, misalnya seseorang mengunggulkan kesuksesannya dalam penjualan, tetapi dengan nada rendah dan wajah lemas, maka kebenaran terletak pada bagaimana ia mengatakan sesuatu, bukan terletak pada isi perkataannya.

CIKAL BAKAL EMPATI
Cikal bakal kemampuan empati berasal dari relasi emosi ibu dan bayinya. Ketika bayi tersenyum dan ibu membalas dengan senyuman; ibu memainkan mimik wajahnya dan bayi tertawa; ketika bayi menangis dan ibu menanggapi dengan menggendong dan bersenandung. Dari sinilah, anak mengetahui bahwa emosinya ditanggapi, diterima, dan diresponi. Nah, umumnya orang tua tidak mengalami problem berarti untuk menanggapi emosi bayi karena bayi menyenangkan dan lucu. Tetapi ketika bayi bertumbuh dan menjadi anak yang terkadang rewel, menjengkelkan, dan merepotkan, orang tua seringkali mengalami
kesulitan untuk menanggapi emosi anak dengan sesuai. Tidak jarang orang tua akhirnya bertindak dengan ‘tangan besi’ dan marah-marah agar anak menurut, padahal di satu sisi justru mengabaikan perasaan anak. Ada orang tua yang tidak mau peduli dan kurang tanggap terhadap kondisi emosi anak sehingga berpotensi menciptakan anak yang memiliki problem emosi.

MENGAJARKAN EMPATI
Di usia kanak-kanak, empati dapat diajarkan dengan cara memberitahukan dampak perilaku anak kepada orang lain. Contoh: ketika seorang anak memukul adiknya, akan lebih baik bila orang tua memberitahu bahwa, “Kamu membuat adikmu merasa sakit dan juga merasa sedih… lihat dia menangis.” dibandingkan dengan berkata, ilhhh.. kamu nakal banget ya!”

Pengajaran dapat juga diberikan secara non-verbal. Seorang anak yang suka mengganti saluran televisi yang sedang ditonton kakaknya perlu diberi perlakuan yang sama ketika adik sedang menonton acara kegemarannya.

Setelah itu, harus diberikan penjelasan bahwa perasaan yang dialami adik adalah sama dengan perasaan kakak. Hal ini bukan dimaksudkan untuk balas dendam, melainkan untuk memberikan kesempatan agar adik mengalami perasaan yang sama dengan kakak. Empati dibangun berdasarkan kesadaran diri.

Semakin kita peka terhadap emosi diri sendiri, semakin mungkin kita memiliki keterampilan membaca perasaan orang lain.

CONTOH PERILAKU EMPATIK

  • Serombongan anak Taman Kanak-Kanak berlarian melintasi lapangan dan seorang anak terjatuh, lututnya terluka dan mulai menangis. Anak-anak lain terus berlari sementara Alvin berhenti, ikut berlutut dan berteriak “Lututku juga sakit.”
  • Kakak menangis setelah kena marah ibunya, Anton si adik menghampiri dan menawarkan mainannya kepada kakak sambil mengelus-elus pundaknya.
  • Istri yang mampu duduk diam dan mendengarkan keluh kesah suami tentang masalah di kantor dan memberikan tanggapan yang tidak menghakimi atau Suami yang memberikan pelukan kepada istri yang marah-marah karena di balik kemarahannya tersembunyi kelelahan yang teramat sangat setelah mengurus rumah dan anak-anak sepanjang hari.
  • Kemarahan Tuhan Yesus di Bait Allah yang dikisahkan dalam Mat 21:12, Yesus mengusir orang-orang yang berjual beli dan membalik meja-meja penukar uang merupakan tindakan empati Tuhan Yesus terhadap perasaan BapaNya yang menginginkan Bait Allah sebagai rumah doa.

Dengan demikian, tindakan empati tidak selalu berwujud tindakan kasih sayang dan kata kata lembut, melainkan dapat berwujud perilaku marah.

Seorang anak kecil yang memarahi temannya karena temannya sudah membuat anak lain menangis, seorang manajer yang memarahi anak buahnya karena sudah merugikan sesama rekan kerja merupakan contoh perilaku marah yang berdasarkan pada empati.

Bagi para orang tua, marilah kita menanamkan empati kepada anak-anak kita. Bagi orang dewasa, marilah kita mengasah empati dengan cara membiasakan diri untuk berpikir terlebih dahulu tentang akibat perkataan dan perbuatan kita terhadap orang lain.

Passion
Suilyana O. Sewucipto, M.Si., P.Si.
JI. Kelapa Hibrida Raya Blok QJ 9/no.6
Kelapa Gading, JakUt
(021) 80749600

Sumber : Ridmag vol. 24