GovernmentPeduli dan Tanggap Bencana

Mengenal Sesar Lembang, Patahan Geser Aktif yang Telah Dipantau BMKG Sejak 1963

Sesar Lembang kembali menjadi pembicaraan publik usai gempa mengguncang Cianjur, Jawa Barat (Jabar), pada Senin (21/11/2022) sekitar pukul 13.21 WIB.

Pasalnya, gempa berkekuatan magnitudo 5,6 itu disebut terjadi akibat aktivitas Sesar Cimandiri, yang letaknya berdekatan dengan Sesar Lembang.

Dekan Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung (ITB), Irfan Meilano mengatakan, Sesar Cimandiri terbentang dari selatan Sukabumi hingga Rajamandala, Kabupaten Bandung Barat (KBB), Jabar, yang tak jauh dari posisi Sesar Lembang.

Dia pun tak menampik, gempa Cianjur yang berasal dari aktivitas Sesar Cimandiri mungkin saja memicu pergerakan Sesar Lembang. Baca juga: Jumlah Rumah Rusak Dampak Gempa Cianjur Bertambah Jadi 56.320 Unit

“Itu tidak kita harapkan, tapi yang kami pahami ada sebuah gempa yang kemudian menambahkan tegangan di bidang gempa lain, tapi tidak harus menghasilkan gempa baru,” ujar Irfan.

“Ada beberapa kasus yang kemudian itu mengakibatkan gempa lain, namun ada juga yang tidak,” tandasnya.

Sesar Lembang

Apa itu Sesar Lembang?

Dilansir dari Tribunnews.com, berdasarkan data yang terhimpun di Jurnal puslitbang.bmkg.go.id, Sesar Lembang adalah patahan geser aktif yang membentang sepanjang 22 Km, mulai dari Gunung Manglayang di timur hingga Cisarua di sebelah barat.

Patahan yang melewati wilayah Lembang, KBB, ini terbagi menjadi dua segmen dengan waktu pembentukan yang berbeda.

Sesar pada segmen timur terbentuk lebih dulu pada sekitar 200.000 tahun lalu, sedangkan segmen barat baru ada pada sekitar 27.000 tahun lalu. Segmen timur dan barat bertemu di wilayah bagian tengah, tepatnya di perbukitan sekitar Gunung Batu-Boscha.

Gempa yang masih kerap terjadi pada ujung barat dan timur membuktikan bahwa Sesar yang bergerak mengiri ini masih aktif.

Patahan Lembang terbentuk pada zaman kuarter pleistoisen, atau sekitar 500.000 tahun lalu usai gunung api raksasa Sunda meledak dan hanya menyisakan sedikit gunung parasitnya.

Runtuhnya gunung api purba itu menimbulkan kekosongan penampung magmatis, sehingga batuan dari erupsi gunung api tersebut patah.

Patahannya pun memanjang dari timur ke barat. Letak patahan timur mengalami penurunan lebih terlihat dibandingkan patahan di bagian barat.

Dipantau sejak 1963

Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Daryono mengatakan, BMKG mulai memantau Sesar Lembang sejak 1 Januari 1963. Baca juga: Terhalang Lemari, Azka Bertahan Selama 2 Hari di Balik Reruntuhan Usai Gempa Cianjur.

Dia menjelaskan, BMKG bahkan mulai memasang dan mengoperasikan Seismograph WWSSN (World Wide Standardized Seismograph Network) pertama kali di Lembang.

“Jenis seismograf ini adalah Benioff Short Period 3 Komponen dan Sprengneter Long Period 3 Komponen,” kata Daryono.

Daryono mengatakan, BMKG bisa memantau aktivitas Sesar Lembang dengan lebih baik sejak tahun 2008.

Pasalnya, sejak saat itu, BMKG mulai mengoperasikan jaringan monitoring gempa digital memakai sensor dengan kawasan frekuensi lebar.

BMKG kembali memasang 16 sensor seismic periode pendek secara lebih rapat pada tahun 2019 untuk melengkapi 19 seismograf broadband yang sudah terpasang sebelumnya di Jabar dan Banten.

“Sensor gempa yang baru dipasang 2019 ini sengaja dipasang mengepung jalur Sesar Lembang, Cimandiri, dan Baribis. Instalasi sensor baru ini bukan saja untuk tujuan operasional tetapi untuk tujuan kajian sesar aktif,” pungkasnya.

Sumber : kompas.com